Swakelola di dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui
Swakelola
Mutiara Ramadhani K.
DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARIA
Seringnya ada
kesalahpahaman dalam mengartikan swakelola di dalam pengadaan Barang/Jasa.
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dapat dilakukan melalui penyedia atau
dilakukan dengan swakelola, atau gabungan keduanya yaitu di dalam
penyelenggaraan swakelola dapat menggunakan penyedia. Pengadaan Barang/Jasa
melalui Penyedia adalah cara memperoleh barang/jasa yang disediakan oleh
Pelaku Usaha. sedangkan Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan secara Swakelola
adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh
Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah, Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah
lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat. Contoh sederhana
yang sering dianggap swakelola padahal bukan adalah ATK maupun fotokopi, jika
pembelian ATK di Toko untuk kebutuhan Kantor maka itu adalah Pengadaan Barang melalui Penyedia bukan swakelola, atau
kerjasama antara abang fotokopi dengan SKPD (ini pun masuk kedalam penyedia
jasa lainnya bukan swakelola).
Swakelola
dilaksanakan ketika barang/jasa yang dibutuhkan tidak dapat disediakan atau
tidak diminati oleh pelaku usaha. Swakelola dapat juga digunakan dalam rangka
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya/kemampuan teknis yang dimiliki
pemerintah, barang/jasa yang bersifat rahasia dan mampu dilaksanakan oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang bersangkutan, serta dalam rangka
peningkatan peran serta/pemberdayaan Ormas dan Kelompok Masyarakat
Pelaku Usaha
adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi. Dari penjelasan tersebut bukan berarti pelaku usaha harus serta
merta punya CV atau PT. Sedangkan Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan
barang/jasa berdasarkan kontrak. Jadi, Pelaku Usaha belum bisa disebut penyedia
jika belum berkontrak dengan pemerintah. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa adalah
perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK tidak hanya dengan Penyedia Barang/Jasa
namun bisa juga antara PA/KPA/PPK dengan pelaksana Swakelola.
Kemudian yang
menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah bisa mengambil keuntungan? lihat di
Pasal 24 (perpres 16 tahun 2018) ayat 1 Biaya Pengadaan Barang/Jasa melalui
Swakelola dihitung berdasarkan komponen biaya pelaksanaan Swakelola. Maka dapat
dijelaskan sebagai berikut:
• Tidak ada pasal yang mengatakan bahwa
swakelola tidak boleh mengambil keuntungan, karena swakelola dilaksanakan bukan
oleh penyedia tetapi oleh pelaksana swakelola sehingga tidak dapat mengambil
keuntungan didalamnya
• Biaya swakelola adalah biaya real
sesuai dengan yang dikeluarkan, tanpa ada unsur keuntungan didalamnya
• Honor dapat dikeluarkan sesuai at
cost berdasarkan SBU atau rujukan standar biaya lainnya
• Biaya pembelian barang/jasa melalui
penyedia dalam rangka swakelola (penyedianya dapat untung), tapi pelaksana
swakelolanya tidak dapat, contoh, beli semen di toko, maka tokonya dapat
untung, yang beli tidak boleh dapat keuntungan (penyelenggara swakelola).
a. Barang/jasa
yang dilihat dari segi nilai, lokasi, dan/atau sifatnya tidak diminati oleh
Pelaku Usaha, contoh: pemeliharaan rutin (skala kecil, sederhana), penanaman
gebalan rumput, pemeliharaan rambu suar, Pengadaan Barang/Jasa di lokasi
terpencil/pulau terluar, atau renovasi rumah tidak layak huni;
b. Jasa
penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan/atau pelatihan,
kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
c. Penyelenggaraan
sayembara atau kontes;
d. Barang/jasa
yang dihasilkan oleh usaha ekonomi kreatif dan budaya dalam negeri untuk
kegiatan pengadaan festival, parade seni/budaya, contoh: pembuatan film, tarian
musik, olahraga;
e. Jasa
sensus, survei, pemrosesan/pengolahan data, perumusan kebijakan publik,
pengujian laboratorium dan pengembangan sistem, aplikasi, tata kelola, atau
standar mutu tertentu;
f. Barang/jasa
yang masih dalam pengembangan sehingga belum dapat disediakan atau diminati
oleh Pelaku Usaha;
g. Barang/jasa
yang dihasilkan oleh Ormas, Kelompok Masyarakat, atau masyarakat, contoh:
produk kerajinan masyarakat, produk Kelompok Masyarakat, produk Kelompok
Masyarakat penyandang disabilitas, tanaman atau bibit milik masyarakat atau
produk warga binaan lembaga permasyarakatan;
h. Barang/jasa
yang pelaksanaan pengadaannya memerlukan partisipasi masyarakat. Dalam hal
pengadaan yang memerlukan partisipasi masyarakat tersebut berupa Pekerjaan
Konstruksi maka hanya dapat berbentuk rehabilitasi, renovasi, dan konstruksi
sederhana. Konstruksi bangunan baru yang tidak sederhana, dibangun oleh
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah penanggung jawab anggaran untuk
selanjutnya diserahkan kepada Kelompok Masyarakat penerima sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. contoh: pembangunan/pemeliharaan jalan
desa/kampung, pembangunan/pemeliharaan saluran irigrasi mikro/kecil,
pengelolaan sampah di pemukiman, atau pembangunan/ peremajaan kebun rakyat;atau
i. Barang/jasa yang
bersifat rahasia dan
mampu dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang
bersangkutan, contoh: pembuatan soal ujian dan pembuatan sistem keamanan
informasi.
Kegiatan swakelola tidak menggunakan batasan nilai seperti halnya
pengadaan melalui penyedia. Jadi, misalnya akan melaksanakan swakelola dengan
pagu Rp. 10 juta atau 1 M sekalipun tidak masalah, yang terpenting dalam
swakelola adalah jika memerlukan penyedia, maka sebaiknya tetap dilaksanakan
melalui e-purchasing, pengadaan langsung, penunjukkan langsung, tender cepat,
tender maupun seleksi. Karena Pelaksanaan Swakelola akan tetap memerlukan
penyedia untuk memenuhi kebutuhan alat, bahan dan material. Misal Bimtek yang
akan dilaksanakan oleh Dinkes maka jika memerlukan makanan akan tetap
melaksanakan dengan penyedia catering (inilah yang dimaksud gabungan swakelola
dan penyedia, karena pelaksanaan swakelola akan tetap memerlukan penyedia).
Tipe swakelola
terbagi menjadi empat seperti gambar di bawah ini:
Supaya mudah saya singkat saja ya SW 1, SW 2, SW 3 dan SW 4. Contoh
Swakelola Tipe I yang sudah dilaksanakan di Kab Tanah Laut adalah BOC yaitu
Bina marga On Call yang melaksanakan pengaspalan mandiri untuk menambal jalan
atau jembatan yang rusak ringan atau berlubang.
Contoh lainnya SW 1 yaitu RSUD Hadji
Boejasin untuk kegiatan makan minum pasien yang dilaksanakan dengan Swakelola
Tipe I. Sehingga Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan dilakukan oleh Tim
Penyelenggara Swakelola di RSUD. Di dalam RSUD ada ahli gizi sehingga dianggap
mampu mengelola makan minum pasien, namun untuk memenuhi bahan makanan kering
maupun basah tetap memerlukan penyedia seperti pengadaan bahan makanan basah
contoh: ikan, sayur, tahu dll; atau pengadaan bahan makanan kering contoh:
susu, gula, garam dll.
Untuk Swakelola Tipe I, boleh menggunakan tenaga Ahli namun tidak boleh
melebihi 50% dari jumlah tim pelaksana. Misalnya Dinas Kesehatan-Bidang
Kesehatan Masyarakat melakukan pengadaan untuk pengangkutan/pengerukan
sampah/limbah medis/limbah B3.
Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan dilakukan oleh Tim Dinas
Kesehatan Bidang Kesehatan Masyarakat. Tenaga Ahli direkrut dari eksternal
dengan jumlah tidak melebihi 50% dari jumlah Tim Pelaksana. Jika Tim Pelaksana
terdiri dari 10 orang, maka tenaga ahli yang ada paling banyak 5 orang, kalau
lebih dari 5 orang maka sebaiknya dilakukan dengan penyedia berbadan usaha
konsultan.
Contoh SW 2 adalah Bapedda yang
melaksanakan kerjasama kajian-kajian daerah dgn universitas (ULM, UGM / ITB) dan perangkat daerah
lain yaitu Balitbangda. Jadi,
Perencanaan dan Pengawasan dilakukan oleh Tim Bapedda, sedangkan Pelaksanaan
dilakukan oleh tim dari Universitas atau Balitbangda. contoh lainnya Dinas
PUPRP Bidang Bina Marga bekerjasama dengan Kodim untuk TMMD (Tentara Manunggal
Masuk Desa). atau Dinas Kesehatan bekerjasama
dengan Badan Lingkungan Hidup melakukan pengadaan untuk
pengangkutan/pengerukan sampah/limbah medis/limbah B3 untuk seluruh wilayah Kota
X.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, ada 420.381 organisasi kemasyarakatan (ormas) yang terdaftar di Indonesia hingga 31 Juli 2019. Contoh SW 3 adalah Kementerian Agama, misalnya
melaksanakan swakelola untuk pendidikan Baca Tulis Alquran untuk anak-anak
didaerah perbatasan. Pelaksananya MUI (Contoh ormas).
Nah yang sekarang sedang direncanakan akan segera dilaksanakan di Kab Tanah
Laut adalah SW 4 yang melibatkan Pokmas. Yaitu oleh Dinas PUPRP Bidang Sumber Daya Air
dalam pengerjaaan perbaikan bangunan pengairan yang nantinya akan di laksanakan oleh
kelompok tani di Kab Tanah
Laut tercinta.
Dalam melaksanakan kegiatan swakelola perlu dibentuk Tim
Penyelenggara Swakelola yaitu Tim yang menyelenggarakan kegiatan secara
Swakelola. Tim Penyelenggara Swakelola terdiri dari Tim Persiapan, Tim
Pelaksana, dan Tim Pengawas. Siapa yang menetapkan Tim penyelenggara swakelola
bisa dilihat di tabel berikut. Misal untuk Swakelola Tipe I maka cukup
ditetapkan oleh PA/KPA dengan pembuatan SK.
Tipe Swakelola
|
Penetapan
|
||
Tim Persiapan
|
Tim Pengawas
|
Tim Pelaksana
|
|
Tipe I
|
PA/KPA Penanggung Jawab Anggaran
|
||
Tipe II
|
PA/KPA
Penanggung Jawab Anggaran |
Pimpinan K/L/PD Pelaksana Swakelola
|
|
Tipe III
|
Penanggung Jawab Organisasi Masyarakat
|
||
Tipe IV
|
Penanggung Jawab Kelompok Masyarakat
|
Lebih lanjut tentang Penjelasan Swakelola bisa pesan buku e-book di kelassmart.com
atau untuk pemesanan buku fisik bisa di wa disini.
pembelian e-book atau buku digital mendapatkan bonus Slide Rangkuman Swakelola, Contoh Nota
Kesepahaman (Memorandum of Understanding / MOU), contoh Kerangka Acuan Kinerja (KAK) / Term Of Reference (TOR), Contoh
Format SK Tim Penyelenggara Swakelola dan Contoh
Rancangan Kontrak Swakelola.
Komentar
Posting Komentar